Viral Wisuda SMK – Sebuah video wisuda SMK di Purwokerto mendadak viral di berbagai platform media sosial. Bukan karena tingkah lucu siswa atau orasi perpisahan yang mengharukan, tapi karena kemegahan acaranya yang disebut-sebut “lebih heboh dari universitas.” Dalam video berdurasi kurang dari bonus new member 100 dua menit itu, terlihat para siswa mengenakan toga lengkap dengan kalung Gordon atribut yang biasanya hanya dikenakan di prosesi kelulusan perguruan tinggi.
Netizen pun langsung bereaksi keras. Banyak yang menganggap acara tersebut berlebihan, bahkan tidak sedikit yang mencibir bahwa gaya seperti ini hanya mengejar sensasi. Tapi tak sedikit pula yang memuji karena menurut mereka, ini adalah bentuk penghargaan tertinggi bagi perjuangan siswa SMK yang tak kalah beratnya dari mahasiswa S1.
Toga dan Gordon, Simbol Viral Wisuda SMK di Purwokerto
Biasanya, siswa SMA atau SMK hanya menggunakan seragam rapi atau pakaian adat saat wisuda. Namun di acara ini, semuanya tampil seperti calon sarjana. Toga hitam menjuntai, kalung Gordon mengkilap dengan medali emas, serta karpet merah membentang menuju panggung. Ya, karpet merah! Suasana aula tempat wisuda tersebut digelar seolah ingin menandingi megahnya balairung kampus ternama.
Apakah ini bentuk penghormatan terhadap pendidikan vokasi? Atau sekadar gaya-gayaan agar viral?
Baca Berita Lainnya Juga Hanya Di bawaslu-mbd.com
Pertanyaan inilah yang terus menggelitik publik. Masyarakat terbelah. Ada yang menganggap bahwa wisuda SMK tak perlu sampai seperti ini, toh mereka belum mencapai gelar akademis. Tapi ada juga yang membela habis-habisan, menyatakan bahwa siswa SMK justru layak mendapat apresiasi maksimal karena mereka sudah siap terjun langsung ke dunia kerja.
Panggung Megah, Musik Orkestra, dan MC Ala Televisi
Bukan hanya atributnya yang mengundang decak kagum (atau heran), tapi juga tata panggung dan susunan acaranya. MC dalam slot bet kecil acara tersebut tampil seperti pembawa acara di malam penghargaan, lengkap dengan intonasi yang penuh dramatisasi. Musik orkestra live turut menyemarakkan suasana, membuat atmosfer wisuda terasa seperti acara kelulusan di luar negeri.
Backdrop panggung berhiaskan LED raksasa, menampilkan nama-nama siswa secara bergiliran dengan efek visual yang memukau. Ada juga sesi ‘fashion walk’ di mana para lulusan berjalan sambil disorot spotlight, tersenyum dan melambaikan tangan ke arah kamera. Tidak lupa, sesi dokumentasi menggunakan drone indoor pun menjadi daya tarik tersendiri.
Realita SMK: Apresiasi atau Panggung Eksistensi?
Momen ini seakan ingin memperlihatkan pada publik bahwa SMK pun mampu tampil spektakuler. Namun, publik bertanya-tanya: apakah esensi wisuda itu masih ada, atau ini sudah bergeser menjadi ajang eksistensi?
Beberapa pengamat pendidikan menyatakan kekhawatiran bahwa wisuda yang terlalu glamor dapat menciptakan standar palsu tentang pencapaian. Padahal, yang penting bukan seberapa megah acaranya, tapi seberapa siap lulusannya menghadapi dunia kerja nyata.
Namun pihak sekolah punya pandangan berbeda. Menurut pernyataan kepala sekolah yang turut viral di media lokal, acara tersebut memang didesain agar siswa merasa bangga dan dihargai. Ia menyebut bahwa banyak siswa SMK merasa minder karena tidak kuliah, dan acara ini menjadi bentuk dukungan moral agar mereka merasa tidak kalah.
Netizen: Salut atau Satir?
Di media sosial, komentar warganet terbagi dua kubu. Ada yang menulis,
“Gila sih, SMK kayak wisuda UI. Tapi keren juga, anak-anak jadi semangat.”
Namun tak sedikit juga yang melontarkan kritik pedas seperti,
“Baru SMK udah selebrasi macam profesor. Dunia kerja nggak seindah ini, bro.”
Fenomena ini menunjukkan betapa sensitifnya masyarakat terhadap simbolisme dalam dunia pendidikan. Sekolah dianggap tidak hanya sebagai tempat menuntut ilmu, tetapi juga arena menunjukkan “kelas sosial.” Makin heboh, makin dianggap sukses. Tapi apakah itu benar?
Tradisi Baru atau Sekadar Viral Sesaat?
Fenomena wisuda SMK ala universitas ini mungkin menjadi tren baru. Dalam era konten dan viralitas, segala hal bisa jadi tontonan. Yang dulu dianggap biasa, kini harus dibuat luar biasa. Yang penting, bisa trending.
Tapi publik masih bertanya: sampai di mana batas wajar sebuah perayaan kelulusan? Apakah semua harus megah, ataukah cukup dengan kesederhanaan yang bermakna?
Purwokerto telah membuka kotak Pandora. Sekarang tinggal menunggu: apakah SMK lain akan ikut-ikutan?